LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN DENGAN RUPTUR LIEN
A. Definisi
Trauma abdomen adalah cedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja (Smeltzer,
2001).
Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu
dampak penting kepada lien dari beberapa sumber. Dapat berupa trauma tumpul,
trauma tajam, ataupun trauma sewaktu operasi (R.sjamsuhidajat&Wim de jong,
2005).
Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan
atau pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi
karena trauma tumpul, secara langsung atautidak langsung (R sjamsuhidayat &
Wim de jong, 2005).
B.
Etiologi
· Trauma abdomen
disebabkan oleh trauma tumpul
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur
stir ataupun bagian pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa
menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap
organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan
bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus
ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.
Lien merupakan organ yang paling
sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma thoraks kiri bawah.
Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati, dan pankreas. Penyebab
utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung karena kecelakaan lalu
lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak
seperti judo, karate dan silat.
Ruptur lien yang lambat dapat terjadi
dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada
separuh kasus masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini karena adanya
tamponade sementara pada laserasi kecil, atau adanya hematom subkapsuler yang
membesar secara lambat dan kemudian pecah.
C. Tanda dan Gejala
1.
Anemia
2.
Syok
3.
Takikardi
4.
Hipotensi
5.
Tanda Kehrs adalah nyeri perut
kuadran kiri atas atau punggung kiri yang
disebabkan oleh perdarahan limfa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
recumbent.
6.
Perkusi terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom
subkapsular atau omentum yang membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut
tanda Ballance
D. Patofisiologi
E.
Komplikasi :
- Trombosis Vena
- Emboli Pulmonar
- Perdarahan
- Pneumonia
- Sepsis
- Syok
- peritonitis, (Catherino, 2003)
F.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya didapat
leukositosis. Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit,
leukosit dan urinalisis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan Hb dan
hematokrit serta terjadi leukositosis.
2.
CT scan
CT Scan
merupakan pemeriksaan pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai
daerah yang kurang densitasnya dibanding lien. Daerah hitam melingkar atau
ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau laserasi, dan area seperti bulan
sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom.
3.
USG Abdomen
Penggunaan USG limpa dalam
pemeriksaan trauma tumpul abdomen adalah untuk mengetahui adanya darah dalam
kuadran kiri atas.
G.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu
keadaan umum penderita (status generalis) untuk evaluasi
keadaan sistim pemafasan, sistim kardiovaskuler dan sistim saraf
yang merupakan sistim vital untuk kelangsungan kehidupan.
Pemeriksaan keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada
derita dilaksanakan secara sistematis dengan inspeksi, palpa perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi
:
· Penderita kesakitan.
· Pernafasan dangkal karena nyeri daerah abdomen.
· Penderita pucat, keringat dingin.
· Bekas-bekas trauma pada dinding abdomen, memar, luka,
lapisan usus.
Palpasi : Akut
abdomen memberikan rangsangan pada peritoneum melalui peradangan atau
iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah
yang terkena iritasi.
Palpasi
akan menunjukkan 2 gejala :
· Perasaan nyeri → Perasaan nyeri yang memang sudah
ada terus menerus akan bertambah pada waktu palpasi sehingga dikenal gejala nyeri
tekan dan nyeri lepas.
· Kejang otot (muscular rigidity, defense musculaire) → Kejang
otot yang ditimbulkan karena rasa nyeri yang karena rangsangan palpasi
bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.
Perkusi: Perkusi pada akut abdomen dapat menunjukkan
· Perasaan nyeri oleh ketokan pada jari. Ini disebut
sebagai nyeri ketok.
Auskultasi : Auskultasi tidak memberikan gejala
karena pada akut abdomen terjadi perangsangan peritoneum yang secara refleks
akan mengakibatkan ileus paralitik.
H. Penatalaksanaan Ruptur Lien
Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan
tetapi, splenektomi sedapat mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk
menghindari kerentanan permanen terhadap infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan
sedang pada pasien stabil, terutama anak-anak, ditatalaksana dengan observasi
dan transfusi. Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih sering terjadi
pada trauma grade III, IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak
penelitian, embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan menggunakan berbagai
pendekatan. Satu poin utama dalam pembahasan tentang perbedaan antara
embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arteri lienalis selektif atau
superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat. Embolisasi
ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami perdarahan. Jika pembedahan
diperlukan, lien dapat diperbaiki secara bedah. Tindakan bedah yang dapat
dilakukan pada keadaan rupture lien meliputi splenorafi dan splenektomi.
a.
Splenorafi
Splenorafi
adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional dengan teknik
bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak
bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang
terbuka, dan menjahit kapsul lien yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja
kurang memadai, dapat ditambahkan dengan pemasangan kantong khusus dengan atau
tanpa penjahitan omentum.
b.
Splenektomi
Mengingat
fungsi filtrasi lien, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar. Selain
itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan.
Eksposisi lien sering tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan
perlekatan pada diafragma. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama
sewaktu operasi sangat berguna.
Splenektomi
dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi dengan
splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial bisa
terdiri dari eksisi satu segmen yang dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai
hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital. Tapi splenektomi tetap
merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat kesuksesan paling tinggi.
Pengangkatan lien dapat dilakukan pada kondisi berikut :
1.
Pecahnya lien dalam kecelakaan
karena lien tidak dapat dijahit karena sangat vaskular dan rapuh oleh karena
itu untuk menyelamatkan lien pasien harus diangkat.
2.
Pada penyakit kronis misalnya
malaria, lien sangat membesar sehingga menghasilkan ketidaknyamanan kepada
pasien karena itu lien harus diangkat.
Efek Pengangkatan Lien :
1.
Sel darah merah harus benar-benar
dihitung (seharusnya mengalami peningkatan sel darah merah) karena penghancuran
sel darah merah oleh lien terhenti, tapi mengejutkan karena jumlah sel darah
merah yang dihitung akan sedikit berkurang yaitu anemia ringan.
2.
Sel darah putih dan trombosit akan
meningkat.
3.
Mekanisme pertahanan oleh sistem
kekebalan tubuh akan kurang.
4.
Tidak akan ada pertahanan terhadap
tetanus karena lien satu-satunya tempat di mana ada kekebalan terhadap tetanus.
Seperti yang terlihat dari poin di atas
setelah pengangkatan lien orang dapat hidup normal, kecuali dia harus sangat berhati-hati
terhadap infeksi tetanus.
I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to
toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke
ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1
Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing,
sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan
kesadaran,masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2
Sirkulasi
DataObyektif : Kecepatan
(bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,hiperventilasi, dll).
3
Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan
tingkahlaku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas,
bingung, depresi.
4
Eliminasi
Data Subyektif :
Inkontinensia kandungkemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5
Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual,
muntah, danmengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami
distensi abdomen
6
Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan
kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan
kesadaran bisa sampai koma, perubahan statusmental, kesulitan dalam menentukan
posisi tubuh
7
Nyeri dan kenyamanan
DataSubyektif : Sakit pada
abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah
meringis,gelisah, merintih.
8
Pernafasan
DataSubyektif : Perubahan pola
nafas
9
Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru
/trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif :
Dislokasigangguan kognitif, gangguan rentang gerak.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
2.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
J.
Intervensi
Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Nyeri akut
berhubungan dengan:
Diskontinuitas jaringan
DS:
·
Pasien mengatakan
nyeri pada luka bekas operasi diperut bagian bawah rasanya seperti
ditusuk–tusuk jarum, skala nyeri 4.
P:setelah dilakukan operasi
Q:nyeri seperti ditusuk-tusuk
jarum
R: perut bagian bawah
S: skala nyeri 4
T:saat batuk atau bersin atau
saat dibuat gerak
DO:
·
k/u: lemah
·
Grimace +
·
Skala nyeri 4
·
Terdapat luka bekas operasi di perut bagian bawah
dengan balutan luka basah, warna kekuningan, berbau.
·
Produksi drain terakhir 100 cc berwarna merah
(belum dibuang)
·
TTV:
TD:
130/70 mmHg
N
: 86 x/m
S
:36,5 oC
|
NOC :
a.
Pain Level,
b.
Pain control,
c.
Comfort level
Setelah
dilakukan tinfakan keperawatan selama 2x24jam Pasien mengatakan nyeri berkurang
d.
Kriteria hasil:
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
· Tanda vital dalam rentang normal
· Tidak mengalami gangguan tidur
|
NIC :
a.
kajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b.
ajarkan tehnik
mengurangi nyeri dengan menekan luka dengan bantal saat batuk atau saat
bersin
c.
ajarkan tentang
teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
dingin
d.
berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri
e.
anjurkan istirahat yang cukup
f.
berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
g.
ukur tanda –
tanda vital
|
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Anoreksia.
DS:
· Pasien mengatakan makan terasa tidak enak
dan terkadang merasa mual
DO:
·
k/u : lemah
·
TTV:
TD:
130/70 mmHg
N
: 86 x/m
S
:36,5 oC
·
Porsi makan
rumah sakit tidak habis ± 5-6 sendok makan
·
Diit bubur
TETP
·
TL : 47 cm
·
TB estimasi
156,01 cm
·
BB ideal :
56,01kg
·
LLA : 16 cm
·
Lemak
subcutan tipis
·
Hasil
skrining status gizi buruk
|
NOC:
a.
Nutritional
status: Adequacy of nutrient
b.
Nutritional Status : food and Fluid Intake
c.
Weight Control
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan kebutuhan.nutrisi terpenuhi
d.
Kriteria hasil:
· Berat badan
dalam batas ideal
· Menunjukkan
peningkatan nafsu makan
· Porsi makan
habis
|
NIC :
a.
kaji adanya alergi makanan
b.
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c.
ukur adanya
penurunan BB
d.
jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
e.
kaji turgor kulit
f.
kaji mual dan muntah
g.
beri informasi
pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi.
h.
kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberiann anti emetik
i.
anjurkan pasien
minum kurang lebih 1,5-2 liter/24 jam
|
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|||||||
Tujuan dan Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
|||||||
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
Kelemahan umum
DS:
· Pasien mengatakan lemas, dan sulit bergerak
bebas.
DO :
·
k/u : lemah
·
Motorik 3 3
2 2
·
Sensorik + +
+ +
·
Bedrest
total
·
Tingkat ketergantungan : total
·
TTV:
TD:
mmHg
N
: x/m
S
: oC
|
NOC :
a.
Self Care : ADLs
b.
Toleransi aktivitas
c.
Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam kebuthan aktifitas pasien dapat terpenuhi
d.
Kriteria Hasil :
·
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
·
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs)
secara mandiri
· Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
|
NIC :
a.
kaji adanya
faktor yang menyebabkan kelelahan.
b.
monitor
nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
c.
bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan.
d.
bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek..
e.
bantu
pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
f.
bantu pasien
untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
g.
bantu pasien
dalam melakukan mobilisasi bertahap
|